Teaching Factory

Demand oriented suatu konsep yang lebih mendasari pembelajaran berbasis teaching factory (TEFA), membekali para peserta didik dengan karakter kewirausahaan (technopreneurship) dan melibatkan dunia usaha atau industri sebagai mitra utama. Hal ini akan terwujud melalui pola Teaching Factory. Kerjasama (partnership) yang dibangun secara sistematis dan berdasarkan pada win-win solution menjadikan teaching factory sebagai penghubung antara dunia pendidikan dengan dunia usaha/industri yang akan mendorong terjadinya transfer teknologi guna meningkatkan kualitas guru dan softskill bagi peserta didik.

Bentuk pembelajaran berbasis teaching factory, dimana teori belajar di sekolah digabung dengan pendekatan berbasis produksi ada sinkronisasi tuntutan dan standar pendidikan kejuruan dengan industri. Zainal Nur Arifin (2014), menuliskan ada tiga model teaching factory yang dikenal di sistem pendidikan kejuruan Indonesia:

Model 1

SMK menyediakan ruang untuk mitra industri membangun teaching factory dalam institusi lokalteaching factory justru replika pabrik mini sebenarnya. Peserta didik kejuruan belajar merakit dan menghasilkan barang untuk mitra industri, dengan SMK atau lembaga kejuruan yang bertanggung jawab atas pengelolaan teaching factory.

Model 2

SMK atau lembaga kejuruan membangun sebuah teaching factory bersama dengan mitra industri, dengan Teaching factory yang terletak di dalam atau di luar lokasi sekolah.

Model 3

Teaching factory mengambil bentuk kelas kerjasama khusus antara mitra industri dan sebuah SMK atau lembaga pendidikan kejuruan. Dengan demikian, peserta didik berlatih keterampilan mereka di dua tempat yaitu di laboratorium yang dimiliki oleh SMK atau lembaga kejuruan, dan di pabrik-pabrik sebenarnya yang dimiliki oleh mitra industri.

Model teaching factory yang pertama paling sering diterapkan bagi pendidikan di SMK. Jadi teaching factory ini sebagai model pembelajaran bagi peserta didik yang berbasis industri dalam rangka pembuatan suatu produk yang nantinya akan dikembalikan lagi pada industri mitra atau bisa juga dijual dan didistribusikan melalui unit produksi jurusan.

Penyelenggaraan pembelajaran teaching factory perlu diselenggarakan karena merupakan suatu konsep pembelajaran pada tingkat yang sesungguhnya.  teaching factory perlu diselenggarakan di sekolah antara lain dengan pertimbangan: a) Meningkatkan kompetensi guru dan peserta didik, b) Mendorong terciptanya budaya mutu di sekolah, c) Menciptakan budaya industri di sekolah, d) Wahana kreativitas dan inovasi peserta didik dan guru, sarana pengembangan entrepreneurship di sekolah, e) Tempat magang dan penampungan lulusan yang belum mendapat pekerjaan di dunia industri atau dunia usaha.

Peningkatan  kompetensi peserta didik dalam mata pelajaran produktif dapat terwujud melalui proses pembelajaran teaching factory. Siklus model ini memiliki enam langkah sebagai berikut:

  1. Menerima pemberi order
  2. Menganalisis order
  3. Menyatakan kesiapan mengerjakan order
  4. Mengerjakan order
  5. Melakukan quality control
  6. Menyerahkan order

Elemen-elemen penting harus mendasari dan medukung proses pembelajaran berbasis Teaching factory. Sebagaimana dikemukakan oleh GIZ, Elemen Teaching factory meliputi jadwal blok, RPP, Jobsheet, Produk, dan Lulusan SMK. Dengan kata lain  bahwa teaching factory dapat dilaksanakan dengan model pembelajaran sistem blok yang didiukung dengan RPP dan jobsheet. Adanya RPP dan jobsheet ini sebagai dasar untuk membuat produk sesuai permintaan dari mitra industri. Proses pembelajaran dalam Teaching Factory berada pada proses pembuatan produk ini. Keberhasilan untuk menghasilkan tamatan yang kompeten adalah pada kemampuan menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan industri. (*)

Disarikan dari 10 Langkah Revitalisasi SMK)

Pin It on Pinterest